Saturday, March 9, 2013

He Is My Flashback Part 9



Tapi Sabila spontan aja jawab manis juga, kebawa suasana yang manis jadi ikut-ikut manis dech. *Alay*
“Jauh banget sih,fan. Ibu aku aja nganterinnya lama banget, harus dari pagi banget kalo enggak bisa telat:))” >> Senyum dobel. (dobel manisnya, Ea!)

“Wah.. ternyata kamu dateng pagi2 gara-gara takut telat ya? Hehehe.” Irfan menggaruk garuk rambutnya. Lalu tangannya dillipat kebelakang kepalanya.

Mereka berdua beriringan sampai satpam. Si Servita hanya manas ngeliatin begituan, kipas Papua Nugini nya patah.

Servita’s POV
Baru hari pertama aja udh bikin gua bête lu! Huh! Pokoknya gua harus rebut Irfan supaya gak pulang bareng sama dia.. Alay tuh anak, sok senyum-senyum.. emangnya lo cantik apa?!

Servita tiba-tiba nyeruduk dari belakang *gaktaudiriemang*. Melepaskan kedekatan diantara mereka berdua. Servita sekarang ada di tengah-tengah mereka berdua. Sabila hampir terjatuh tadi, membuat Irfan naik pitam karena di daerah ini kan banyak motor lalu-lalang.

“Servita!! Lo itu bisa gak sih gakusah ganggu orang? Lo liat gak tadi si Sabila mau ketabrak motor? Mikir sih jadi orang itu!”  
Irfan membentak Servita dengan sangat, membuat Servita sedikit peda.

Servita langsung berlari kea rah belakang, disambut air mata yang berjatuhan di pipinya  dan dia masih menganggap, bahwa ini semua salah cewek itu (Sabila). Entah dia pake apa yang membuat Irfan benci padanya. Servita sangat sedih dan marah. Namun, demi Irfan dia tidak ingin menyakiti Sabila di depannya. Namun, mungkin di belakangnya. Kata-kata Irfan tadi memang peda banget, Servita sampe kepikiran sampe rumah.


#
Irfan dan Sabila

“Lo gak papa kan Sab?” Irfan menanyakan Sabila dengan sangat antusias.

“Gua gak papa kali fan..” Sabila benar2 kaget, tadinya yang ‘aku’ ‘kamu’ jadi ‘Lo-gue’ huh._. tapi Sabila senang Irfan benar2 care dengannya.

“Sakit gak? Badan lo panas?” Irfan menempelkan keningnya ke kening Sabila. Jarak wajah mereka terlalu dekat sekarang. Sabila langsung membeku dan juga memerah mukanya. Irfan memang penuh kejutan, pikirnya.

“Ah… Gakpapa kali fan :D” Sabila memang tidak apa2 sejak tadi.
Kini mereka menunggu bis di halte. Suasana sangat sunyi disana, mereka hanya berdua ditemani angin yang bertiup kencang. Yang sepertinya akan hujan.

Irfan berkali-kali menawari  jaketnya untuk Sabila, namun Sabila menolaknya malu. Namun, akhirnya Irfan memaksa dan Sabila memakainya. Sabila berkali-kali mengucap terimakasih, Irfan hanya tersenyum melihatnya.

SKIP>>

#
Di Bus
Sabila dan Irfan duduk di tempat yang sama. Mereka saling bertukar nomor handphone.

“Nih nomor gue, 0897888900. Kapan-kapan SMS yaa!”  Irfan mengusap kepala Sabila seakan menganggapnya anak kecil. Sabila berakting seolah-olah dia marah dan tidak mau member nomornya.

“Bodo…  gue gak mau kasih nomor guee, wee” Sabila melewek ke Irfan.
Irfan gak puas sehingga dia menghasut Sabila,

“Sabila kan cantik,baik, dan suka menabung. Ayolahhh” Irfan memohon,

“Iya-iya.” Sabila akhirnya memberikannya. Tersenyum dan tertawa-tawa.

SKIP>>

Hari demi hari berlalu, Irfan selalu saja menunjukan sifat yang manis pada Sabila, Sabila jadi sedikit kegeeran. Bukannya mau besar rasa pada Irfan. Tapi dia ingin membuktikannya, apa sebenarnya perasaan Irfan padanya. Apakah itu rasa sayang? Atau persahabatan atau pelampiasan?
Ini membingungkan, suatu saat Sabila pasti akan menanyakannya. Namun hanya menunggu saat yang tepat.


#
Seminggu Kemudian,

Irfan mengajak Sabila keatas bukit. Mereka duduk berselonjor menghadap matahari terbenam. Sabila merasa ini adalah waktu yang tepat untuk nanyain ke Irfan. Tapi Sabila sendiri bingung sebenarnya buat apa Irfan kesini?

Ehm.. fan gimana ya gua ngomonginnya ke elo?

“Sab? Udah pernah lliat sunset belum?” Irfan menoleh kea rah Sabila sambil tersenyum.

“Hahah.. Mungkin ini pertama kalinya fan, sama elo” Sabila mencoba menjadi semanis mungkin, dia menjadi agak gugup juga.

Ayolah kapan gua nanya ke dia? Haduh..

“Fan.. gua pengen nanya nih” Sabila menoleh ke Irfan, namun badannya ikut menoleh juga.

“Apa?” Sahut Irfan.

“Hmm.. sebenernya, siapa cewek yang lo suka sekarang?”

Degg.. Degg, degg pls answer my prince, :’)

Irfan menundukan kepalanya, dia terlihat sangat sedih.

“Yah, terakhir gue ketemu dia waktu kelas 9.. sedih banget gue.” Irfan berujar sambil menunduk memandangi tanah.

Sabila terheran-heran, kenyataan tersebut semakin menjauh dr tipikal dirinya. Dirinya kan msh berjumpa dengan Irfan sampai dengan sekarang. Sabila merasa kecewa, namun tetap dia ingin tahu siapakah gadis yang disukai Irfan itu. Dia mencoba seolah-olah mendukung Irfan untuk mendekati gadis tersebut.

“Seenggaknya lo udah ngomong ke dia? Dia cantik kan terkenal?” Sabila menatap serius wajah Irfan, namun di hatinya sedih. Irfan yang disukainya dan dia piker menyukainya juga ternyata menyukai orang lain.

“Enggak.. “

Sabila kaget, ternyata bukan sungguh jauh diluar dugaan. Saat Sabila ingin menyahut lagi, curahan hati Irfan masih mengalir deras.

“Dia berambut lurus panjang, memakai kacamata, matanya sangat indah. Bibirnya semerah delima.”
Sekali lagi Sabila merasa ada bom jatuh di dadanya. Dia mengenal siapa orang yang disebutkan Irfan itu, telah melekat dan berubah menjadi orang lain. Sabila memang sudah yakin, dia hampir menangis dengan sedu sedan mendengarnya. Senja ini penuh penyesalan. Sabila, dia rasanya hanya ingin kembali dan menjadi yang dulu. Rasanya ingin Dia ulang waktu.

Dan tidak melakukan operasi pelastik itu.

“Dia.. temennya Yuni”

Irfan mengeluarkan suaranya dan memungut sebongkah batu kecil lalu dilemparkannya jauh-jauh.

Sabila menghapus air matanya, berusaha ingin menenangkan Irfan dr kesedihannya. Dia menatap Irfan lekat, lekat dan langsung muncul di depan wajahnya menenangkannya di senja itu, walau pun air mata Sabila masih menetes. Namun bisa tertutupi oleh kegelapan senja.

“Fan..”

“Fan..”

Sabila tersengguk sengguk menyebutkan nama Irfan saat itu, dia menunduk memegang erat rumput. Dia ingin menumpahkan semua emosinya dan kejadian yang sebenarnya. Meneriakan semua nya ke telinga Irfan yang tidak tahu apa-apa. Tangisannya,

Tangisan Sabila, mengartikan semuanya. Dia tidak bisa jujur disini, sekarang, dan dalam keadaan seperti ini.

Fan, cewek itu kecelakaan fan.. tapi dia,, dia
Belum meninggal..
Dia..
Masih ada disini, nemenin elo, nenangin lo yang gak mampu ketemu dia lagi,
Dia disini fan, dia udah bersama elo tiap saat,,’
Dan akan selalu menyayangi elo fan,
Dia tahu keadaan lo sekarang, perasaan lo sekarang.. tapi,
Lo belom pantes tahu ini semua,fan..
Maaf..

Sabila menumpahkan kata-kata itu dengan tangisan, dia tak bisa mengungkapkannya ke Irfan. Tidak bisa. Ini cinta yang menyakitkan, berpura-pura dan mengakui? Justru dia akan membencimu!

“Sab.. menurut elo dia masih ada gak ?”

“Di dunia ini..?”

Sabila tersenyum sambil menahan air matanya, dan berusaha membuka mulutnya.

“Masih ada fan.. Dia masih ada..”

Air Mata Sabila kembali menetes deras mengatakannya. Irfan yang lama-lama mengetahui Sabila menangis, heran. Dia menghapus air matanya.

“Sab, kita disini bukan buat nangis ya..” Irfan tersenyum sambil memegangi pundak Sabila agar dia berhenti menangis.

Sabila hanya tersenyum simpul dan Irfan memeluknya penuh persahabatan.

Makasih Irfan, udah bikin aku merasakan hangatnya pelukan persahabatanmu, walaupun kita hanya sebatas sahabat namun aku senang ada yang memerhatikanku, dan menjagaku layaknya kakakku sendiri..

Sekali lagi.. Terimakasih..

Walaupun kamu gak tau fan, cewek yang kamu tunggu itu ada disini,

Aku..

No comments:

Post a Comment