Tapi Sabila spontan
aja jawab manis juga, kebawa suasana yang manis jadi ikut-ikut manis dech.
*Alay*
“Jauh banget sih,fan.
Ibu aku aja nganterinnya lama banget, harus dari pagi banget kalo enggak bisa
telat:))” >> Senyum dobel. (dobel manisnya, Ea!)
“Wah.. ternyata kamu
dateng pagi2 gara-gara takut telat ya? Hehehe.” Irfan menggaruk garuk
rambutnya. Lalu tangannya dillipat kebelakang kepalanya.
Mereka berdua
beriringan sampai satpam. Si Servita hanya manas ngeliatin begituan, kipas
Papua Nugini nya patah.
Servita’s POV
Baru hari pertama aja udh bikin gua bĂȘte lu! Huh! Pokoknya gua harus rebut Irfan supaya gak pulang bareng sama dia.. Alay tuh anak, sok senyum-senyum.. emangnya lo cantik apa?!
Baru hari pertama aja udh bikin gua bĂȘte lu! Huh! Pokoknya gua harus rebut Irfan supaya gak pulang bareng sama dia.. Alay tuh anak, sok senyum-senyum.. emangnya lo cantik apa?!
Servita tiba-tiba
nyeruduk dari belakang *gaktaudiriemang*. Melepaskan kedekatan diantara mereka
berdua. Servita sekarang ada di tengah-tengah mereka berdua. Sabila hampir
terjatuh tadi, membuat Irfan naik pitam karena di daerah ini kan banyak motor
lalu-lalang.
“Servita!! Lo itu bisa
gak sih gakusah ganggu orang? Lo liat gak tadi si Sabila mau ketabrak motor?
Mikir sih jadi orang itu!”
Irfan membentak Servita dengan sangat, membuat Servita sedikit peda.
Servita langsung
berlari kea rah belakang, disambut air mata yang berjatuhan di pipinya dan dia masih menganggap, bahwa ini semua
salah cewek itu (Sabila). Entah dia pake apa yang membuat Irfan benci padanya.
Servita sangat sedih dan marah. Namun, demi Irfan dia tidak ingin menyakiti
Sabila di depannya. Namun, mungkin di belakangnya. Kata-kata Irfan tadi memang
peda banget, Servita sampe kepikiran sampe rumah.
#
Irfan dan Sabila
Irfan dan Sabila
“Lo gak papa kan Sab?”
Irfan menanyakan Sabila dengan sangat antusias.
“Gua gak papa kali
fan..” Sabila benar2 kaget, tadinya yang ‘aku’ ‘kamu’ jadi ‘Lo-gue’ huh._. tapi
Sabila senang Irfan benar2 care dengannya.
“Sakit gak? Badan lo
panas?” Irfan menempelkan keningnya ke kening Sabila. Jarak wajah mereka
terlalu dekat sekarang. Sabila langsung membeku dan juga memerah mukanya. Irfan
memang penuh kejutan, pikirnya.
“Ah… Gakpapa kali fan
:D” Sabila memang tidak apa2 sejak tadi.
Kini mereka menunggu
bis di halte. Suasana sangat sunyi disana, mereka hanya berdua ditemani angin
yang bertiup kencang. Yang sepertinya akan hujan.
Irfan berkali-kali
menawari jaketnya untuk Sabila, namun
Sabila menolaknya malu. Namun, akhirnya Irfan memaksa dan Sabila memakainya.
Sabila berkali-kali mengucap terimakasih, Irfan hanya tersenyum melihatnya.
SKIP>>
#
Di Bus
Di Bus
Sabila dan Irfan duduk
di tempat yang sama. Mereka saling bertukar nomor handphone.
“Nih nomor gue,
0897888900. Kapan-kapan SMS yaa!” Irfan
mengusap kepala Sabila seakan menganggapnya anak kecil. Sabila berakting
seolah-olah dia marah dan tidak mau member nomornya.
“Bodo… gue gak mau kasih nomor guee, wee” Sabila
melewek ke Irfan.
Irfan gak puas
sehingga dia menghasut Sabila,
“Sabila kan
cantik,baik, dan suka menabung. Ayolahhh” Irfan memohon,
“Iya-iya.” Sabila
akhirnya memberikannya. Tersenyum dan tertawa-tawa.
SKIP>>
Hari demi hari
berlalu, Irfan selalu saja menunjukan sifat yang manis pada Sabila, Sabila jadi
sedikit kegeeran. Bukannya mau besar rasa pada Irfan. Tapi dia ingin
membuktikannya, apa sebenarnya perasaan Irfan padanya. Apakah itu rasa sayang? Atau
persahabatan atau pelampiasan?
Ini membingungkan,
suatu saat Sabila pasti akan menanyakannya. Namun hanya menunggu saat yang
tepat.
#
Seminggu Kemudian,
Seminggu Kemudian,
Irfan mengajak Sabila
keatas bukit. Mereka duduk berselonjor menghadap matahari terbenam. Sabila
merasa ini adalah waktu yang tepat untuk nanyain ke Irfan. Tapi Sabila sendiri
bingung sebenarnya buat apa Irfan kesini?
Ehm.. fan gimana ya gua ngomonginnya ke elo?
“Sab? Udah pernah
lliat sunset belum?” Irfan menoleh kea
rah Sabila sambil tersenyum.
“Hahah.. Mungkin ini pertama
kalinya fan, sama elo” Sabila mencoba menjadi semanis mungkin, dia menjadi agak
gugup juga.
Ayolah kapan gua nanya ke dia? Haduh..
“Fan.. gua pengen
nanya nih” Sabila menoleh ke Irfan, namun badannya ikut menoleh juga.
“Apa?” Sahut Irfan.
“Hmm.. sebenernya,
siapa cewek yang lo suka sekarang?”
Degg.. Degg, degg pls answer my prince, :’)
Irfan menundukan
kepalanya, dia terlihat sangat sedih.
“Yah, terakhir gue
ketemu dia waktu kelas 9.. sedih banget gue.” Irfan berujar sambil menunduk
memandangi tanah.
Sabila terheran-heran,
kenyataan tersebut semakin menjauh dr tipikal dirinya. Dirinya kan msh berjumpa
dengan Irfan sampai dengan sekarang. Sabila merasa kecewa, namun tetap dia
ingin tahu siapakah gadis yang disukai Irfan itu. Dia mencoba seolah-olah
mendukung Irfan untuk mendekati gadis tersebut.
“Seenggaknya lo udah
ngomong ke dia? Dia cantik kan terkenal?” Sabila menatap serius wajah Irfan,
namun di hatinya sedih. Irfan yang disukainya dan dia piker menyukainya juga
ternyata menyukai orang lain.
“Enggak.. “
Sabila kaget, ternyata
bukan sungguh jauh diluar dugaan. Saat Sabila ingin menyahut lagi, curahan hati
Irfan masih mengalir deras.
“Dia berambut lurus
panjang, memakai kacamata, matanya sangat indah. Bibirnya semerah delima.”
Sekali lagi Sabila
merasa ada bom jatuh di dadanya. Dia mengenal siapa orang yang disebutkan Irfan
itu, telah melekat dan berubah menjadi orang lain. Sabila memang sudah yakin,
dia hampir menangis dengan sedu sedan mendengarnya. Senja ini penuh penyesalan.
Sabila, dia rasanya hanya ingin kembali dan menjadi yang dulu. Rasanya ingin
Dia ulang waktu.
Dan tidak melakukan
operasi pelastik itu.
“Dia.. temennya Yuni”
Irfan mengeluarkan
suaranya dan memungut sebongkah batu kecil lalu dilemparkannya jauh-jauh.
Sabila menghapus air
matanya, berusaha ingin menenangkan Irfan dr kesedihannya. Dia menatap Irfan
lekat, lekat dan langsung muncul di depan wajahnya menenangkannya di senja itu,
walau pun air mata Sabila masih menetes. Namun bisa tertutupi oleh kegelapan
senja.
“Fan..”
“Fan..”
Sabila tersengguk
sengguk menyebutkan nama Irfan saat itu, dia menunduk memegang erat rumput. Dia
ingin menumpahkan semua emosinya dan kejadian yang sebenarnya. Meneriakan semua
nya ke telinga Irfan yang tidak tahu apa-apa. Tangisannya,
Tangisan Sabila,
mengartikan semuanya. Dia tidak bisa jujur disini, sekarang, dan dalam keadaan
seperti ini.
Fan, cewek itu kecelakaan fan.. tapi dia,, dia
Belum meninggal..
Dia..
Masih ada disini, nemenin elo, nenangin lo yang
gak mampu ketemu dia lagi,
Dia disini fan, dia udah bersama elo tiap
saat,,’
Dan akan selalu menyayangi elo fan,
Dia tahu keadaan lo sekarang, perasaan lo
sekarang.. tapi,
Lo belom pantes tahu ini semua,fan..
Maaf..
Sabila menumpahkan
kata-kata itu dengan tangisan, dia tak bisa mengungkapkannya ke Irfan. Tidak
bisa. Ini cinta yang menyakitkan, berpura-pura dan mengakui? Justru dia akan
membencimu!
“Sab.. menurut elo dia
masih ada gak ?”
“Di dunia ini..?”
Sabila tersenyum
sambil menahan air matanya, dan berusaha membuka mulutnya.
“Masih ada fan.. Dia
masih ada..”
Air Mata Sabila
kembali menetes deras mengatakannya. Irfan yang lama-lama mengetahui Sabila
menangis, heran. Dia menghapus air matanya.
“Sab, kita disini
bukan buat nangis ya..” Irfan tersenyum sambil memegangi pundak Sabila agar dia
berhenti menangis.
Sabila hanya tersenyum
simpul dan Irfan memeluknya penuh persahabatan.
Makasih Irfan, udah bikin aku merasakan
hangatnya pelukan persahabatanmu, walaupun kita hanya sebatas sahabat namun aku
senang ada yang memerhatikanku, dan menjagaku layaknya kakakku sendiri..
Sekali lagi.. Terimakasih..
Walaupun kamu gak tau fan, cewek yang kamu
tunggu itu ada disini,
Aku..