Friday, October 26, 2012

He is my Flashback part2

Sabila bangun dari tidurnya yang lama.. dia melirik kearah jam yang berdetak.

TIK TOK TIK TOK..
Jam setengah empat pagi, dan tidak ada yang menunguinya di rumah sakit. Sekotak donat bermerek terkenal tergeletak di meja telfon, juga aneka bingkisan titipan. Sabila merasa dingin, selimut bergaris itu tak mampu melindunginya dari serangan angin dingin. Juga kasur yang tidak ramah pada tulang punggungnya. Namun, sekarang dia merasa jauh lebih baik, tubuhnya sudah tidak pegal lagi dan tangannya sudah mudah digerakkan kembali. Tetapi yang dia takutkan adalah kedua bola matanya yang masih saja buram jika melihat.

Di meja sebelah kasurnya tergeletak sebuah kacamata, Sabila mengambilnya dan langsung beranjak dari tempat tidur, setelah memakainya terasa lebih terang dan jelas kacamata ini harus berjumpa lagi dengannya.    Lalu dia mencari ponselnya, tanggal berapa sekarang? Hari apa? dan sudah berapa lama dia tertidur di sini.
Sabila menghidupkan lampu. 
Dia sudah mendapatkan ponselnya.

Tidak mungkin… sudah 3 minggu lebih aku koma, kecelakaan? Bagaimana bisa?

Sabila mulai mengingat kecelakaan itu, supirnya yang tewas dan tertimpa reruntuhan. Mobilnya yang hancur akibat tabrakan sebuah truk, dan.. perpisahan kls 9 nya. sekarang aku udah SMA?
Anehnya Sabila sama sekali tidak ingat Irfan, embuh siapa dia? Sekarang kan masalah lebih serius. Apalagi saat terakhir Sabila melihat Irfan itu saat matanya menyinis sangat dalam bukan senyuman yang indah. Sekarang dia hanya memikirkan kesehatan, keluarga dan pendidikan. *Tolong bagi siapa saja jangan ingatkan dia pada Irfan, okay?*

                Sabila memeriksa pesannya, terakhir ada dari Yuni,
Sab? Jangan lupain gue, dan lupain aja dia. Lo lagi gak papa kan,sa? Moga lo dapet SMA favorit, bye moga lo baek2 aja disana :’  I miss u my friend always..
                                                                                                                                                   
Senin,7 Mei 2012 18:37

Pesan yang udh bener-bener kadaluarsa, kalo dijawab sekarang juga gak bakal berguna. Tapi Sabila tetap membalasnya. Yuni, smoga lo baca sms nya J

#
Sabila tertidur (lagi-lagi) di sofa,  jam delapan pagi. Dia membenarkan kacamatanya yang jatuh dan kembali mengucir rambutnya yang berantakan. Lalu membuka tirai sehingga cahaya masuk, dia juga membuka jendelanya untuk menghirup udara pagi. Televisi di rumah sakit itu berguna juga, Sabila menghidupkannya dan menonton kartun pagi *wah anak kecil bgt* dari pada bĂȘte, katanya.

Sabila mengecek Ponselnya.

Layar ponselnya tetap polos, tak ada pertanda pesan masuk ataupun Misscall. Sabila membanting ponselnya di sofa lalu kembali menguasai remot.


Suara bel pintu, KRINGGGGG
       Sabila beranjak menuju pintu, memutar tuasnya.
“Sabilaa !!!!” Saras, saudara kembar  Sabila langsung memeluknya.
“Saras..” Sabila tersenyum dia senang Saras bisa datang lagi, kemarin dia datang tetapi Sabila masih dalam keadaan stengah tidak sadar sih.
“Sab.. mama bawa pudding lhoo..” Mama mencubit pipi sabila dan memberikan bungkusan bertuliskan Jelly.
“Wow.. haha, mkasih smuanya, Papa?” Sabila kaget, ternyata papa juga bisa mengobankan waktu kerjanya demi Sabila.
“Sabila udh sembuh ya, gimana serasa Putri tidur?” Papa mengusap kepala Sabila, Sabila tertawa-tawa. Ayahnya sangat humoris.
                
 Mereka berkumpul di dekat sofa dan membicarakan hal-hal penting seputar Sabila.
“Ma, pa.. jadi gimana SMA Sabilaa?”
“Gampang itu, Sabila kan pinter. Masuk lah di SMA favorit”
“Yang negri?”
“Iya..”
“Tapi Sabila gak suka negeri, bagusan swasta”
“Dimana-mana favorit itu negeri,sab-_-“
“Tapi Sabila mau swasta ajahh.. wee”
“Yaudah abis ini yaa.. kamu kan udah sehat”

Sabila tersenyum senang karena dia sudah bisa daftar SMA. Eh tiba-tiba ponsel mama berdering, mama menerimanya dengan serius dan langsung memegang tangan Sabila dengan cemas namun sedikit senyumnya masih terlihat.
“Sab, abis ini kamu harus operasi…”
“Kenapa?”

Sabila memegangi wajahnya, dia baru tersadar. Wajahnya remuk karena tertimpa reruntuhan.
“Gak bakal ilang,sab.. harus, o..operasi”
“Jadi muka Sabila berubah gitu? Gak kembar sama Saras lagi?”
“Tapi kamu nggak akan kehilangan mata indah kamu,sab.. tetep aja..”
Lalu Sabila tertidur kembali, ternyata mereka membiusnya. Setelah bangun wajah Sabila akan berubah selamanya dan mungkin Yuni tak akan mengenalinya, namun kata mama Sabila memiliki mata yang indah? Apa itu? Apa aku dikenal dari dua buah mata? Sudahlah, terima kenyataan sab u,u


#
Mata Sabila kembali terbuka, entah kenapa dia sebal. Dia mudah sekali dijatuhkan dengan bius. Tidur dan saat membuka mata dia ada di tempat lain, sekarang.

Kamarnya.

Seperti biasa dia sudah terbaring rapi dibawah selimut hangatnya yang tidak bergaris, dan juga kasur empuknya yang tidak seperti di rumah sakit. Kamar Sabila luas, dan dia mempunyai lemari yang sangat besar untk mengisi semua stuff yang dia punya termasuk didalamnya sepatu, baju, dress formal, aksesori, dan cermin yang sangat besar.

Dia menuju kesana untuk melihat perubahan wajahnya, tentunya sebelum itu dia mengambil kacamatanya yang lagi-lagi tergeletak di meja sebelah tempat tidurnya.

Sekarang dia berdiri di depan cermin.

Semuanya berubah kecuali matanya, mukanya yang tadi bulat sekarang terlihat lebih oval dan juga kulitnya yang sedikit coklat berubah menjadi putih bersih, pasti gara-gara tadinya pigmen kulit ternodai reruntuhan dan juga banyak perubahan lainnya yang tidak bisa dijelaskan. Entah apa perasaannya terhadap hal baru ini. 

Menjadi cantik tapi.. bukan dirinya sendiri

Oh iya, siang ini Sabila mau melakukan pendaftaran SMA, tetapi bukan negri sesuai yang dijanjikan. Sabila sih maunya yang swasta-swasta ajah.. contohnya SMA Tunas ­Bangsa, SMA Pelita kelas atas dengan spp yang WOW banget. 

And kayaknya mulai SMA ini tata bahasa 'aku-kamu' yang dipake Sabila bakal berubah ke 'gua/gue-elo'. Soalnya faktor lingkungan -_- #Galau


#
Sabila sudah siap, dia sudah diluar rumah menunggu mama yang akan menyetir. Papa sudah ke kantor lagi. Saras? Di rumah dia harus istirahat, karena dia baru pulang dari New York. Dia harus menikmati liburannya dengan baik.
Mama sudah berada diluar dia melempar kunci mobil ke Sabila, Sabila menghidupkannya dan masuk, dia menancapkan kunci ke lubang kunci. Selang beberapa detik mama masuk langsung tancap gas.
“Jadi dimana?” Mama menoleh ke Sabila
“SMA bangsa apa pelita yaa?” Sabila bingung dia menghadap ke depan dengan tatapan kosong.
“SMA Bangsa aja ya, lebih deket dari rumah,oke?”
“Yaudah deh lebih aman juga kan?” Sabila setuju dan mama pun berbelok ke kiri.

Tinggal beberapa meter lagi, wakil sekolah Sabila akan terlihat. Dalam detik-detik terakhir Sabila mengingat lagi masa Lalunya, dia tidak bisa menyusun semuanya dengan runtun. Ingatannya sedikit kabur seperti pengelihatannya sekarang. Tahun ini dia sangat benar2 membutuhkan kacamatanya, dan takkan dilepas jika ada suatu pesta atau sebangsanya.
 
Dia mulai mengingat sesuatu ketika dia memikirkan kacamata,
               
Oh iya! Aku melepasnya saat perpisahan, dress yang melambai, seseorang yang menatapku sinis, juga mobil hitam yang tertabrak gedung. Aku terhempas…
Terhempas.. dan aku lenyap di bawah reruntuhan, supir itu mati. Ya, aku mengalami kecelakaan..
Irfan…. Siapa dia?
.
.
.
.
.
.
.
“Sab… Sab!” Mama mengalihkan wajahnya kea rah Sabila secara penuh, juga menjentikkan jarinya
   Sabila tersadar, dia langsung menghentikan masa lalunya dan menghadap ke mama
“Iya ma?”
“udah sampe, sab.. ngelamun terus”
“hehe” Sabila langsung membuka pintu dia memandang ke luar. Tempat yang luar biasa.

   SMA Tunas Bangsa, itulah tulisan yang tertera di plangnya. Sekarang Sabila masih berada di tempat parkir mobil yang luas. Banyak sekali mobil disana tak ada motor, semua siswa disini memakai mobil untuk transportasi. Sekolah ini sangat luas, ini baru saja tempat parkirnya. Sabila belum masuk ke daerah gedung-gedung kelasnya. Tapi melelahkan juga, dia harus berjalan kaki untuk ke kelas nya yang jauh dari tempat parkir.

Sabila mulai berjalan kearah gedung kelas, dia memakai tas selempang dan tentu saja kacamatanya. Rambutnya yang panjang kini lebih sedikit memendek, dan dikucir ikal. Tak ada yang mengenalinya sebagai Sabila SMP.. hanya orang-orang tertentu yang dapat tau itu Sabila dari matanya. *Sabar ya sab :’* mama menyusulnya dr belakang, menggandeng tangan Sabila sambil tersenyum mereka berdua beriringan menuju kelas.


#
Di Gedung kelas,
Banyak Siswa baru yang mendaftar, ada yang sedang berkumpul bersama teman barunya, ada yang bersama orang tua mereka. Koperasi sekolahnya juga tak tanggung-tanggung dipenuhi pembeli, anak SMA demen jajan juga ternyata.. *hehehe* Sabila tertawa memerhatikannya.

Mama menuju ke tempat pendaftaran, sabila mengikutinya dari belakang sambil sibuk membenarkan tas selempangnya. Sementara mama sudah ada di depan si penerima pendaftaran, sabila menunggu di bangku panjang tempat siswa lain duduk juga. Dia melihat ke sekitar.

Irfan.. siapa dia?

Sabila masih mengingatnya, dia berusaha berfikir dan mengingatnya lagi, dia juga melihat ke sekitar siapatau bertemu sesuatu yang membuatnya ingat. Dia membenarkan kacamatanya lagi dan memeriksa ponselnya.

"Numpang ya…”
 
eh.. siapa?

Ternyata orang yang duduk disebelahnya, bangku itu memang hanya cukup dua orang. Bangku lain sudah diiisi, terpaksa dia duduk disini. Sabila memerhatikan wajahnya, dan sepertinya dia pernah melihat wajah itu.

Seperti.. orang yang pernah dia lihat sebelumnya, sabila kelewatan memerhatikannya.
“emm.. maaf kenapa ya?” kata orang didepan wajahnya
“ah, tidak” sabila menunduk malu dia membenarkan kacamatanya, eh tiba-tiba dari bawah dia melihat tangan menyambar.

“Gue Irfan.. lo mau daftar sini juga?”

FREEZE! Dia Irfan…? Aku baru ingat, Irfan   dia adalah..

Sabila memerhatikan lagi wajahnya, wajahnya terangkat dia tidak menunduk lagi. Lalu melihat wajahnya dalam-dalam..
Dia adalah.. orang yang,
Pernah kusukai

Sabila menelan ludahnya, dia memalingkan wajahnya sesekali, hampir tidak menjawab pertanyaan Irfan.   
Membuat Irfan bertanya lagi dengan makin penasaran.
“Siapa nama lo?”
“ah.. gue Sabila.. lo?”
“kan gue Irfan.. tadi kan udah dikasi tau, dari SMP mana?”  *hadeh sabila koplak-_-*

Mampuss.. mau jawab apa? nanti pasti jawab kelas 9e, itu dia pasti nanya.. kok gak pernah liat? Nah lo abis itu mau jawab apalagi. Oh iya! Dia gak nyadar kalo gue ini anak yang dia penasarin, Irfan aja gak tau nama gue waktu SMP. Yuni manggil gue Cuma ‘sab sab’ aja. Irfan juga gak tau kalo gue si rambut panjang pake kacamata itu suka sama dia. Jadi disini dia gak ada feel. Yuni.. lo dimana sekarangg?

“gue.. gue dari SMP Darma” Sabila menjawab dengan setenang mungkin,
“oh..”

Haa?? Irfan lo Cuma jawab ‘oh?’ sedangkan gue udah panic kayak apa.. ada apa dengan lo Irfan? Kenapa lo gak histeris? Apa lo benci sama masa lalu elo? Apa lo gak mau nginget si kacamata rambut panjang itu?! Udah lah, gue gk pengen nanya ‘kalo lo?’

“Smoga kita sekelas..” Katanya
“eh..?” Sabila kaget, dia hamper meloncat namun membeku.

Mama datang, menghampiri mereka..
“Tes nya besok sab,yuk” mama langsung nyerocos, eh dia ngelihat cowok disebelah Sabila dan langsung bertanya
“Siapa ini sab? Temen baru?”
“Saya Irfan, tante” Irfan menjabat tangan mama
“iya, mah” Sabila langsung beranjak, lalu memalingkan muka malu.. juga membenarkan kacamatanya.
“oh.. pulang dulu ya fan, “ Mama tersenyum pada Irfan
mereka langsung berbalik,

“Sampe ketemu di Tes…” Irfan tersenyum
Namun, sabila tak mendengarnya.

No comments:

Post a Comment