Saturday, March 30, 2013

He is My Flashback Part 12

#
Mobil Steven,

"Jadi dimana rumah lo?" Steven bertanya pd Servita yang duduk disebelahnya.

Namun Servita tetap membeku, dia mendesah pelan sshh, dia membuka jendela dengan ukuran setengah wajahnya.

"Dengerin gua ngomong dong, hey?" Steven menarik lengan Servita,

"Lo gak tau nama gua apa, kak?" Servita memegangi keningnya, dia merasa pusing.
"Kenapa lo pergi dari rumah? kenapa? sekarang lo harus bayar semuanya. Lapor sama mami papi yang udah ngerawat elo dari kecil sampe lo jadi kece kayakgini!" Servita yang merasa sedikit pusing mengeluarkan uneg-uneg nya seperti orang mabuk alkohol.

"Gua gak kenal sama elo ya cewek gila.. huh, apa lo mau gua turunin disini aja haa?" Steven menyupir agak pelan seakan menakuti Servita.

"Ja, Ja,Jangaaan kakkk,, Kak Stevenn !" Spontan Servita memeluk lengan Steven. Sifat lembut Servita yang terpendam lama-kelamaan terlihat. Ini berkat masa lalu yang menguasainya.

"Kakkk.. Servita sayang banget sama Kak Steven! mami papi juga udah nunggu di rumah, kakak jangan pergi lagi!!" Servita berujar lagi.

Steven masih dingin namun dia sedikit luluh dengan sifat cewek yang manja dengan kakaknya. Steven, dia kesepian karena tidak punya adek yang bisa bermanja-manja dengannya.
"Sekarang, kasih tau gua di mana rumah lo ?"

Servita menunjukan jalannya dengan banyak tingkah, Steven agak bingung namun dia selalu memasuki gang yang tepat.

"Kakk?" Servita dengan pelan berusaha memanggil Steven.
"Gua bukan kakak elo" Steven lalu kembali dingin.
"Cepet turun dari mobil gua.."

Servita pun langsung turun tanpa menutup pintunya, dan langsung lari ke pintu Steven dan membukanya. Dia menarik Steven hingga keluar. Tampang Steven kelihatan konyol, Servita narik2 Steven sampe pintu. Steven akhirnya pasrah "kasian cewek gilak ini" dia mikir gitu -_-.

"MAMIIIIII!!!!!!!!!!" Servita meneriaki maminya dari ruang tamu, Steven terpaksa duduk manis di sofa.

Mami Servita datang dengan wajah heran campur bingung. "Apalagi nak?"
Servita lalu menunjuk Steven "Kak Steven!"

Mami lalu mengernyitkan dahi,
Lalu memeluknya "Steven..kamu udh besar ya skrg.."

Servita lalu memeluk keduanya yang berpelukan, Steven merasa konyol. Namun tidak sopan bila melepasnya begitu saja --". "Iya Tante.."

Lalu Servita di usir maminya mandi, akhirnya dia pergi. Kini tinggal mami dan Steven.

"Tante, sebenernya ada apa? saya yakin saya bukan bagian anggota keluarga ini. Soalnya saya punya keluarga sendiri. aktenya jelas kok ! kalo mau saya bawain besok!" Steven langsung ngebass namun masih sopan lah -dikit.

"Maklumin aja deh ya.. Servita emang suka kayakgitu, sekarang gila dia kumat lagi" >> emaknya aja ngakuin--"

"Jadi dulu tante punya 2 anak, servita dan steven. Steven meninggal kecelakaan, tapi tante bilangnya dia pergi entah kemana. Ya waktu itu servita percaya karena dia masih kecil. Terus belom lama ini dia bahas2 lagi, tante terus ngalihin pembicaraan. Eh terus ketemu kamu ya? apalagi kamu mukanya mirip nak,pasti dia ngiranya kamu Steven kakakknya." Mami itu cerita panjang lebar.

"Noh?!" Steven kaget bukan main, tp dia bersyukur kalo dia bukan kakakknya cewek gila itu.

"Tapi nak, tante mau minta tolong sama kamu,"

"GLEK" >> Steven

"Tolong kamu ngabisin waktu terus lah sama Servita itu, soalnya dia penyakitnya lagi kumat. Tante takut kalo tertekan lagi dia bisa kumat akut. Tolong lah ya nakk steven? Tolonglah nak steven" mami bener bener sedih nyeritain kayakgitu, walaupun gak ada sama sekali air mata di pipinya namun di dalam hatinya dia menangis.

"Umm.. "
"Gimana nak steven?" Tante itu memandangi steven dengan wajah sedih.

Steven berusaha tersenyum dan dia pun pamit pulang.
"Besok bakal steven hibur dia di sekolah , te."

"makasih nak steven" Tante itu tersenyum dan membukakan pagar buat nya.

Servita berlari keluar pagar, dia cemas akan kakaknya itu.
"Mana dia? mana?"
"dia pulang ke rumah orangtua barunya. Gak sopan kan kalo dia disini,? tenang aja servita dia akan selalu berkunjung kesini, dia gk mungkin tdk menepati janjinya." Tante itu memeluk Servita.

"Mami..."

#
Rumah Irfan

Irfan duduk ujung ranjangnya, menghadap jendela yang mengalirkan banyak desiran angin. Poninya sesekali menari karena desiran angin. Dia memikirkan sseorang yang selalu mendampinginya. Semakin dia memikirkannya semakin jantungnya berdetak cepat.

Keputusan yang bener-bener sulit..

Irfan pun mengambil hapenya dan mengetik sms ke Sabila seperti biasanya. Siapatau Sabila mengerti apa yang Irfan rasakan.

To: Sabila
  Hai..  |

Irfan bingung mau sms apa, biasanya ini gk terjadi padanya. Dia meng-cancel nya.

Jadi, seorang Irfan yang kece terkenal waktu SMP dulu.. bakal ngejomblo demi nungguin cewek misterius itukah?

Dia masih terngiang kata-kata Sabila, sahabatnya.

Irfan's POV
Sabila, lo sahabat gua yang palingg baik. Lo itu juga anaknya gampang malu banget deh, lucu. Lo juga perhatian banget. Dan ternyata ada yang satu hal yang gak gua sadarin selama ini, 'kenapa gua harus nunggu cewek yang antah berantah dimana dan yang gak pernah ada di hidup gua?' sedangkan ada elo disamping gua yang selalu merhatiin dan ada di kala sedih maupun senang [?]

Irfan lalu tersenyum sumringah, spertinya dia sangat bahagia.

He is My Flashback Part 11 [2]

 | Kelanjutannya dari Bioskop |

#
Rumah Sabila,

"Hoaamm.." Sabila merebahkan dirinya di ranjang. Dia lelah seharian menghabiskan wktu dengan Irfan sekaligus senang juga sih. Skrg sudah pukul 4 sore, tentu saja dia sangat lelah .  Kadang-kadang saking senengnya dia loncat di atas kasur, ngaca sampe sejam-an, makan ciki banyak-banyak, ataupun nge-hair dryer rambut yang udah kering, kalo enggak nyoret-nyoret kaca rias nya dengan lipstick. (sumpah ini koplak semua).

Sabila kelaparan,
Dia menuju ke dapur untuk memasak mie sisaan --", terdapat suatu kertas kecil di atas meja dapur. Sabila meraihnya,

Maaf mama tinggal, tapi Saras tiba-tiba pusing. Jadi mama nganterin dia ke rumah sakit.
 

Mama.

"Sarass? kenapa dia?" Sabila menekankan alisnya, dia berdoa agar Saras tidak apa-apa, dia adalah kakak terbaik yang pernah ada sejak Sabila kesepian akhir-akhir ini. Saras juga jarang berada di rumah karena dia Sekolah di luar negeri, dia sangat berharap bisa tinggal lama dengan Saras.

Sabila meraih panci dan sebungkus mie, dia memasak dengan santai.

#
Rumah Sakit,

"Dia belum siuman, pemeriksaannya butuh pembiusan, maaf anda harus menunggu." Seorang suster dengan papan kecil yang dipegangnya berujar sopan setelah membukakan pintu untuk wanita di depannya.

Wanita itu hanya mengangguk lemah dan tersenyum.

Tercium aroma obat sekilas di hidungnya, disusul bau sabun rumah sakit yang wangi. Di atas ranjangnya, gadis muda itu berbaring. Saras

Wanita itu duduk di kursi sebelah ranjangnya, dan memikirkan apa kata dokter tadi.
"Dia punya banyak kelainan darah, namun saudara kembarnya sangat beruntung tidak memiliki ini. Ya, cuma dia yang terkena imbasnya. Ini memang resiko bu. Darahnya terbuang sangat banyak sejak tahun ini, apa yang dia lakukan?"

Air mata Wanita itu menetes membayangkannya,
"Jangan pernah buat dia terlalu tertekan, selalu diawasi. Darahnya sangat berhubungan dengan sarafnya. Peyakit ini saya rasa komplikasi sejak lahir. Kematian mendadak rentan untuknya, jangan pernah remehkan dia bu kalau anda mau dia tetap hidup."

Saras...
Sabila...

#
Rumah Sabila,

Sabila sudah selesai makan, dia ingin menelurusi kamar saudara kembarnya 'Saras' yang kali ini wajah nya sudah berbeda dan udah gak kembar lagi #Poor Sabila. Dia ingin mengenang masa lalunya, soalnya dikamar Saras banyak foto masa kecil mereka.

Sabila membuka pintu nya,
disambut oleh stuff stuff milik Saras. Saras memang tipikal yang dewasa banget, isi kamarnya berkaitan dengan hobbynya, idolanya, dan sekolahnya. Yang paling menarik hati Sabila adalah souvenir2 dari luar negeri yang dibawanya.

Sabila memandangi foto yang dibingkai rapih, terpasang rapih di dinding di atas ranjangnya. Foto itu sangat besar sekali. Di dalamnya ada dua gadis kecil yang berpose sama, berwajah sama, berbaju sama. Sabila hanya tersenyum-senyum saja melihatnya. "Kalo masih sama mukanya mungkin Irfan udh jatuh hati kali ya sama gue.. Hmm.."

Sabila menuju meja belajarnya, dia melihat sehelai sapu tangan.
"Sssaras...?? Iiitu... Darahh?!"
"Gakk.. gak mungkin!"

Sabila terperangah gak percaya.

-----

Maap kalo pendek >_< Ini kan yang [2] nya hehe :D
Kali ini Sabila bakal dilanda banyak konflik dan masalah. Pusing juga sih saya bacanya, masalah nya servita-steven juga gak jelas nih sekarang. Tapi kalo masalahnya Saras ini, ntar bakal jadi Main Topic nya. bakal berhubungan dengan cintanya Irfan. Liat aja nanti [!]

Thursday, March 28, 2013

He is My Flashback Part 11 [1]

Servita menangis

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------

"Lo.. siapa?"
Steven menendang kecil kakinya lalu Servita bangun dan memegang tangan kakaknya.

"Kak Steven.. kenapa??"
Servita pun terkulai pingsan di pundak Steven. Steven spontan menangkapnya.

Di tengah keramaian itu Steven sangat bingung. Dia berfikir keras bagaimana cara mengatasi cewek ini. Steven lalu memapahnya hingga ke parkiran, untung saja itu di dekat pintu.

"Lo nyusahin aja"

Dan sampai saat ini Steven tidak mengenali Servita.

#
Bioskop

"Maaf Sab nunggu lama?"
Irfan berdiri di sebelah Sabila sambil membawa dua kotak popcorn. Lalu menyodorkan salah satunya ke Sabila.

Sabila tersenyum sedikit dipaksa lalu mengambilnya, "Makasih fan"

Sabila's POV
Gue udah makan ini tadi, argh. Kenyang

Sabila menengok ke arah Sabila di dalam kegelapan Theatre.

"Lo tau apa kejutan yang bakal gua kasih?"

Sabila menggeleng malu, lalu Irfan menyodorkan dua buah tiket

"The Avangers!!!"

Lalu Sabila tersenyum sumringah, rasanya ingin sekali dia memeluk Irfan untuk meluapkan emosinya sangking senangnya namun entah kenapa itu tertahan. Sabila benar-benar sudah terperangkap di jantung Irfan. Dia ingin selalu berada di dekatnya. Apalagi senyum Irfan selalu ditunjukannya. Apa Sabila gak tergila-gila?

"Theatre 2 segera dibuka harap memasuki theatre.."

Irfan mendengar itu dengan alis ditekan, dan langsung bangkit. Ia menarik tangan Sabila dan tergopoh-gopoh. Sabila hanya mengikuti, Irfan tersenyum padanya sembari berlari kecil menuju Theatre 2. Semua ini seperti slow motion bagi Sabila. Kejadian saat tangannya ditarik Irfan berlari ditengah keramaian akan selalu diingatnya, entahh sudah berapa kali Irfan tak sengaja maupun sengaja memegang tangannya, namun Sabila tidak peduli  dengan itu, yang penting Irfan selalu di dekatnya walaupun Irfan takkan pernah menjadi miliknya.

SKIP>>

#
Theatre 2

"Maaf Sab lari-lari nih.. hehe" Irfan membenahi tempat duduknya.

Sabila hanya tersenyum kalem, lalu mengambil posisi yang enak untuk menonton.

Sabila's POV
Apa gue akan menikmati filmnya dengan baik? sedangkan Irfan disebelah gue (?)
Apasih yang ada di pikiran Irfan sekarang? gue? film? Cewek yang ditaksirnya? Mantannya yang rese? gue rasa pilihan yang ketiga.

Irfan's POV
Ada apa ini, kenapa jantung gue malah takbiransih. Gak penting banget, gue harusnya nikmatin film ini. Tapi kenapa ya? tuh kan bener, tiap gue deket sabila pasti... gue kepikiran cewek misterius itu. Bukannya move on._. kira-kira move on ke siapa kah gue? Hmmm..

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

 Irfan melirik ke arah Sabila.. Apa move on ke dia?

Tak terasa film sudah hampir habis,
Sabila gak konsen konsen sama filmnya dan sebenernya.... Irfan juga.

Sabila memecah keheningan,
"Jadi, seorang Irfan yang kece terkenal waktu SMP dulu.. bakal ngejomblo demi nungguin cewek misterius itukah?"

Irfan terkejut lalu menengok ke arah Sabila sambil tersenyum,
"Menurut lo?"

Sabila lalu mendengus, "Kok nanya balik?"
Lalu Sabila buang muka.

Nonton film itu berakhir dengan sangat tidak enak.

#
Di Luar Theatre 2

"Jadi fan, tadi ending nya gimana menurut lo?" Sabila bertanya antusias pada Irfan.

Irfan's POV
GLEKK!
Tadi perasaan tuh pilem gak gue tonton sama sekali.. ya ampun,
Apa yang gue lamunin pas nonton tadi hah?!
Sotoy aja deh lah =))

"Mereka hidup bahagia selamaanyaaaa" Irfan menjawab dengan sotoy sesotoy sotoynya..

Lanjut ke Part 11 [2]!

Saturday, March 16, 2013

He is My Flashback Part 10




Makasih Irfan, udah bikin aku merasakan hangatnya pelukan persahabatanmu, walaupun kita hanya sebatas sahabat namun aku senang ada yang memerhatikanku, dan menjagaku layaknya kakakku sendiri..
Sekali lagi.. Terimakasih..

Walaupun kamu gak tau fan, cewek yang kamu tunggu itu ada disini,
Aku..
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------



#
Sebulan kemudian

Keadaan mulai membaik Sabila sudah merasa sangat enjoy bersahabat dengan Irfan, dia sangat perhatian namun terkadang kalau kesal sikapnya suka dingin gak jelas begitu sih. Sabila makin hari tapi makin galau aja krn Curhatannya si Irfan. Irfan itu kalau dipikir2 menunggu yang bener2 gak mungkin.. Nunggu sampe ke ujung dunia juga gak bakal nyampe #Delon.

Si Steven and Servita apa kabar ya? Hah!

SKIP>>

#
Minggu,
Gramedia

Irfan dan Sabila pergi berdua ke Gramedia (just sebagai Sahabat-..-). Irfan benar2 tertarik sama budaya Jepang dan sastra manga nya. Sehingga dia lebih banyak ngabisin waktu ke daerah komik.

Ya sabila juga gitu sih.

“Ya ampun, Sab” Irfan menunduk ke rak tempat Sabila ngambil komik. Sabila mendongak ke atas menghadap wajah Irfan yang penuh kejahilan.

“Apa? Huh?” Sabila sinis.

“Do.. Do… Doraemonnn!! Wkwkwkwk!” Irfan ketawa mukul-mukul rak komik, muka Sabila langsung ngedown banget.

Sabila’s POV
Apa-apaan ini! Gak terima gue.. Suka doraemon salah kah?!!!! Irfan-irfan lo itu jail nya bukan  maen ya, tapi.. walaupun lo ngejek2  gue.. Bukannya marah kok gue malah seneng ya? Hmmpphh


Pipi Sabila memerah.


“WKwkwk,,, Sabila suka doraemon yaa.. Eh?” Irfan memegang dagu Sabila ingin lebih jelas melihat rona merah di pipinya. Kedua wajah mereka sepertinya sudah tidak berjarak lagi. Irfan yang frontal benar2 melakukannya dengan lama. Sehingga orang2 sekitar benar2 curiga.

“Knp pipi lo merah?” Irfan berujar lagi

Sabila yang merasakannya spontan tambah memerah lagi pipinya apalagi wajah mereka sangat berdekatan.

Lalu, Irfan menjauhkan kembali wajahnya sambil mendorong poninya ke samping agar tidak menghalangi mata.

Dari kejauhan ada seorang cowok jangkung yang memerhatikan mereka berdua, sedang bersandar di sebuah rak buku dengan apelnya. Matanya sinis sekali, seakan2 menjadi kamera pengintai.

Dia mendengar semua pembicaraan mereka berdua,

“Fan.. Abis ini kemana dong kita?” Sabila mengambil komik doraemon sambil bertanya kepada Irfan. 

Pipinya sudah pulih sekarang.

“Emphh.. Ke Central Plaza aja kalo gak? Ada sesuatu yang bakal gua tunjukin.. pasti lo gak percaya nih.” Irfan berkata seperti itu sambil menunjukan kedalaman lesung pipinya. Kemudian, dia pun menyambar komik Doraemon Sabila dan langsung menuju ke kasir.

Sabila terperangah dan membiarkannya.

Dia lalu berjalan mengikuti Irfan ke kasir setelah beberapa lama dia pergi.

SKIP>>

Steven memerhatikannya, diapun langsung menuju parkiran dan tancap gas dengan mobilnya. Dia berujar sambil tersenyum.
 “Central Plaza..

#
Kasir Gramedia

“Nih..” Irfan menyerahkan bingkisan kecil pada Sabila. Tangan Sabila pun meraihnya.

“Terimakasih.”

“Jangan sok sopan gitu deh, hahaha.” Irfan menepuk bahu Sabila, sepertinya sangat keras membuat Sabila meringis tapi akhirnya Sabila ketawa2 lagi.

“Ih.. siapageh yang sok sopan. :p”

“Hahaha..”

SKIP>>

Mereka berdua menuruni tangga dan langsung menuju parkiran. Sabila siap-siap dengan helm nya. Sementara Irfan menghidupkan mesin dan menggiring motornya ke posisi yang pas untuk keluar. Setelah itu Sabila naik dan mereka pun keluar dari area Gramedia.

Di perjalanan Irfan berpikir dan melamuni hal tadi saat pipi Sabila memerah.

Irfan’s POV
Sabila? Ada apa dengan dia. Pipinya merah gitu, kalo gua mah spontan aja narik wajah dia kayakgitu, soalnya kan udh biasa juga. Tapi kenapa wajah dia merah ya? Ohh iya! Kalo gua liat2 lagi muka dia dr deket.. kok mata dia mirip mata cewek yang gua taksir dulu ya.. waktu kelas 9 itu?
Andai gua tau siapa nama cewek yang gua taksir dulu itu. Jadi gua bisa survey kan sama temen2 gue di sekolah laen. Kenapa sih gua harus naksir cewek dengan cara kayakgini?! Kenapa gua harus naksir cewek yang gak ada di pandangan gua sekarang ini. Tapi.. kalo gua jalan sama Sabila terus, kenapa gua selalu keinget cewek itu ? gua selalu keinget sama mata dia yang indah, senyumnya. Gua gak ngerti semua ini. Oh iya! Dia temennya Yuni yang dulu di 9E itu.. Sabila kan di 9E siapatau dia bakalan ngasih tau gua info!

Tak terasa sekarang motor Irfan sudah ada di parkiran Central Plaza. Irfan langsung menarik Sabila ke lantai 3, Theatre XXI.

“Bioskop?” Sabila berujar dengan kaget. Baru pertama kali jalan-jalan sama Irfan langsung diajak ke bioskop?

#
Bioskop

“Ada apaan sih fan kejutannya?” Sabila mengguncang2 Irfan agar dia mau memberi tahu. Tapi tak kunjung jua. Irfan malah senyam-senyum sambil bilang.

“Liat aja nanti Sab”

“Sab, gua kesana bentar yaa..”

Sabila pun menunggu di kursi panjang. Sementara Irfan ngacir. Entah kejutan apa ya yang mau dikasih Irfan.

Lama-kelamaan menunggu si Sabila mulai bosan, namun tiba2 ada seorang cowok yang duduk di sebelahnya sambil menyodorkan sekotak popcorn.

Sabila menoleh dan kaget. Namun kotak popcorn sudah ada di genggaman tangannya.

“Stev.. Steven??”
Steven tersenyum dengan panggilan itu, gingsulnya muncul ke permukaan.

“Gua sengaja beli dua kotak karena ada elo disini..” Steven menunjuk ke popcornnya. Lalu Sabila mulai menikmati popcorn sambil berbincang-bincang dengan Steven.

“Stev.. lo kesini ngapain?”

“Hmm.. Gue sebenernya mau nonton tapi gue bingung mau nonton apa, lo ada usul?”

“Menurut gue sih.. Lo nonton film action aja stev, agaknya lo galau deh.”

“Iya kali ya.. Hmm……” Steven menghadap ke kiri nya lama sekali lalu mengibaskan poninya. Dia memandang ke berbagai papan iklan film dan berfikir keras apa film yang akan ditontonnya.

“Kalo lo suka film apa, Sabila?” Steven bertanya sambil tersenyum simpul. Dia penasaran apa tipikal film yang disukai gadis impiannya itu.

“Hmmh.. The Avangers? Gua penasaran banget sama tuh film mau jadi kayak apa super hero nyaaa.. Wahhhh” Sabila mulai jadi lebay gara2 terlalu tertarik sama film itu sampe2 lupa kalo ada Irfan disana *hebatya*.

Steven mencoba mencapai kantung celana belakangnya. Setelah agak lama, Sabila menemukan dua lembar kertas di genggaman tangan Steven. Steven lalu memunculkan gingsul manisnya lagi.

“Mau nonton sama gue Sab?”
Sabila terheran2. Steven ini emang penuh kejutan, tadi katanya gak tau film apa yang mau ditonton eh taunya udh ada tiketnya pula.

“Kalo popcorn elo abis, gua pesenin lagi yang jumbo cheese” Kata Steven seraya membuang kotak popcorn Sabila yang udah kosong ditangan cewek itu.

Sabila masih bengong aja. Steven nyadar kalo pedekatenya itu emang udh bener2 menakjubkan, Steven gitu udh anak orang kaya, ganteng pula.. Weittsssss..
 
Kali ini Steven mengharapkan ucapan kata ‘iya’ dari Sabila,

Sabila memandang lekat2 wajah Steven sambil memainkan tangannya dia berkata “Maaf”

“Maaf Stev, sekarang gua lagi gak ada waktu buat nontonnya. Walaupun itu kesukaan gue atau apapun. Tapi.. gue ada janji sama yang lain.”

Steven mengangguk dengan tidak ikhlas lahir batin,

“Irfan ya?” Steven menunduk memasang raut muka sedih yang mendalam. Namun gak keliatan Sabila karena gelapnya.

Sabila langsung mengalihkan pembicaraan seraya berkata,


“Makasih popcornnya Stev, Bye..”


Sabila beranjak. Dia menuju tempat pembelian tiket.

Steven melempar kotak popcorn nya ke lantai. Lalu dia beranjak keluar Theatre/Bioskop tersebut.
Dia berlari dan terus berlari, sampai di pintu.

SKIP>>

“AAuuwwww!” Cewek kurus dengan shortpants super pendek menabrak Steven. Cewek itu terjatuh di depan pintu masuk Theatre/Bioskop tadi.

“Sorii..” Steven menyodorkan tangannya ke cewek itu. Cewek itu pun bangkit dengan bantuan Steven.

Cewek itu mengedipkan matanya, pandangannya benar2 buram saat tertabrak. Cewek itu lalu mengucek2 matanya dan akhirnya pandangannya pulih. Diapun memegangi kepala nya yang benar2 terasa sakit. Lalu melihat ke Steven yang memasang muka cemas.

“Lo gak papa?” Steven menekan alisnya sambil memandangi cewek yang ditabraknya.

Cewek itu kaget melihat wajah Steven, dia rasa dia mengenalinya.

“Kak Steven?  Lo..?”

“Lo.. lo siapa?” Kata Steven yang benar2 heran.

“Ini gua kak, ini gua.. Servita saudara angkat elo..”
Steven membeku, sementara Servita menangis disitu. Dia memeluk Steven yang tidak tahu apa-apa.

Di tengah keramaian.

Saturday, March 9, 2013

He Is My Flashback Part 9



Tapi Sabila spontan aja jawab manis juga, kebawa suasana yang manis jadi ikut-ikut manis dech. *Alay*
“Jauh banget sih,fan. Ibu aku aja nganterinnya lama banget, harus dari pagi banget kalo enggak bisa telat:))” >> Senyum dobel. (dobel manisnya, Ea!)

“Wah.. ternyata kamu dateng pagi2 gara-gara takut telat ya? Hehehe.” Irfan menggaruk garuk rambutnya. Lalu tangannya dillipat kebelakang kepalanya.

Mereka berdua beriringan sampai satpam. Si Servita hanya manas ngeliatin begituan, kipas Papua Nugini nya patah.

Servita’s POV
Baru hari pertama aja udh bikin gua bĂȘte lu! Huh! Pokoknya gua harus rebut Irfan supaya gak pulang bareng sama dia.. Alay tuh anak, sok senyum-senyum.. emangnya lo cantik apa?!

Servita tiba-tiba nyeruduk dari belakang *gaktaudiriemang*. Melepaskan kedekatan diantara mereka berdua. Servita sekarang ada di tengah-tengah mereka berdua. Sabila hampir terjatuh tadi, membuat Irfan naik pitam karena di daerah ini kan banyak motor lalu-lalang.

“Servita!! Lo itu bisa gak sih gakusah ganggu orang? Lo liat gak tadi si Sabila mau ketabrak motor? Mikir sih jadi orang itu!”  
Irfan membentak Servita dengan sangat, membuat Servita sedikit peda.

Servita langsung berlari kea rah belakang, disambut air mata yang berjatuhan di pipinya  dan dia masih menganggap, bahwa ini semua salah cewek itu (Sabila). Entah dia pake apa yang membuat Irfan benci padanya. Servita sangat sedih dan marah. Namun, demi Irfan dia tidak ingin menyakiti Sabila di depannya. Namun, mungkin di belakangnya. Kata-kata Irfan tadi memang peda banget, Servita sampe kepikiran sampe rumah.


#
Irfan dan Sabila

“Lo gak papa kan Sab?” Irfan menanyakan Sabila dengan sangat antusias.

“Gua gak papa kali fan..” Sabila benar2 kaget, tadinya yang ‘aku’ ‘kamu’ jadi ‘Lo-gue’ huh._. tapi Sabila senang Irfan benar2 care dengannya.

“Sakit gak? Badan lo panas?” Irfan menempelkan keningnya ke kening Sabila. Jarak wajah mereka terlalu dekat sekarang. Sabila langsung membeku dan juga memerah mukanya. Irfan memang penuh kejutan, pikirnya.

“Ah… Gakpapa kali fan :D” Sabila memang tidak apa2 sejak tadi.
Kini mereka menunggu bis di halte. Suasana sangat sunyi disana, mereka hanya berdua ditemani angin yang bertiup kencang. Yang sepertinya akan hujan.

Irfan berkali-kali menawari  jaketnya untuk Sabila, namun Sabila menolaknya malu. Namun, akhirnya Irfan memaksa dan Sabila memakainya. Sabila berkali-kali mengucap terimakasih, Irfan hanya tersenyum melihatnya.

SKIP>>

#
Di Bus
Sabila dan Irfan duduk di tempat yang sama. Mereka saling bertukar nomor handphone.

“Nih nomor gue, 0897888900. Kapan-kapan SMS yaa!”  Irfan mengusap kepala Sabila seakan menganggapnya anak kecil. Sabila berakting seolah-olah dia marah dan tidak mau member nomornya.

“Bodo…  gue gak mau kasih nomor guee, wee” Sabila melewek ke Irfan.
Irfan gak puas sehingga dia menghasut Sabila,

“Sabila kan cantik,baik, dan suka menabung. Ayolahhh” Irfan memohon,

“Iya-iya.” Sabila akhirnya memberikannya. Tersenyum dan tertawa-tawa.

SKIP>>

Hari demi hari berlalu, Irfan selalu saja menunjukan sifat yang manis pada Sabila, Sabila jadi sedikit kegeeran. Bukannya mau besar rasa pada Irfan. Tapi dia ingin membuktikannya, apa sebenarnya perasaan Irfan padanya. Apakah itu rasa sayang? Atau persahabatan atau pelampiasan?
Ini membingungkan, suatu saat Sabila pasti akan menanyakannya. Namun hanya menunggu saat yang tepat.


#
Seminggu Kemudian,

Irfan mengajak Sabila keatas bukit. Mereka duduk berselonjor menghadap matahari terbenam. Sabila merasa ini adalah waktu yang tepat untuk nanyain ke Irfan. Tapi Sabila sendiri bingung sebenarnya buat apa Irfan kesini?

Ehm.. fan gimana ya gua ngomonginnya ke elo?

“Sab? Udah pernah lliat sunset belum?” Irfan menoleh kea rah Sabila sambil tersenyum.

“Hahah.. Mungkin ini pertama kalinya fan, sama elo” Sabila mencoba menjadi semanis mungkin, dia menjadi agak gugup juga.

Ayolah kapan gua nanya ke dia? Haduh..

“Fan.. gua pengen nanya nih” Sabila menoleh ke Irfan, namun badannya ikut menoleh juga.

“Apa?” Sahut Irfan.

“Hmm.. sebenernya, siapa cewek yang lo suka sekarang?”

Degg.. Degg, degg pls answer my prince, :’)

Irfan menundukan kepalanya, dia terlihat sangat sedih.

“Yah, terakhir gue ketemu dia waktu kelas 9.. sedih banget gue.” Irfan berujar sambil menunduk memandangi tanah.

Sabila terheran-heran, kenyataan tersebut semakin menjauh dr tipikal dirinya. Dirinya kan msh berjumpa dengan Irfan sampai dengan sekarang. Sabila merasa kecewa, namun tetap dia ingin tahu siapakah gadis yang disukai Irfan itu. Dia mencoba seolah-olah mendukung Irfan untuk mendekati gadis tersebut.

“Seenggaknya lo udah ngomong ke dia? Dia cantik kan terkenal?” Sabila menatap serius wajah Irfan, namun di hatinya sedih. Irfan yang disukainya dan dia piker menyukainya juga ternyata menyukai orang lain.

“Enggak.. “

Sabila kaget, ternyata bukan sungguh jauh diluar dugaan. Saat Sabila ingin menyahut lagi, curahan hati Irfan masih mengalir deras.

“Dia berambut lurus panjang, memakai kacamata, matanya sangat indah. Bibirnya semerah delima.”
Sekali lagi Sabila merasa ada bom jatuh di dadanya. Dia mengenal siapa orang yang disebutkan Irfan itu, telah melekat dan berubah menjadi orang lain. Sabila memang sudah yakin, dia hampir menangis dengan sedu sedan mendengarnya. Senja ini penuh penyesalan. Sabila, dia rasanya hanya ingin kembali dan menjadi yang dulu. Rasanya ingin Dia ulang waktu.

Dan tidak melakukan operasi pelastik itu.

“Dia.. temennya Yuni”

Irfan mengeluarkan suaranya dan memungut sebongkah batu kecil lalu dilemparkannya jauh-jauh.

Sabila menghapus air matanya, berusaha ingin menenangkan Irfan dr kesedihannya. Dia menatap Irfan lekat, lekat dan langsung muncul di depan wajahnya menenangkannya di senja itu, walau pun air mata Sabila masih menetes. Namun bisa tertutupi oleh kegelapan senja.

“Fan..”

“Fan..”

Sabila tersengguk sengguk menyebutkan nama Irfan saat itu, dia menunduk memegang erat rumput. Dia ingin menumpahkan semua emosinya dan kejadian yang sebenarnya. Meneriakan semua nya ke telinga Irfan yang tidak tahu apa-apa. Tangisannya,

Tangisan Sabila, mengartikan semuanya. Dia tidak bisa jujur disini, sekarang, dan dalam keadaan seperti ini.

Fan, cewek itu kecelakaan fan.. tapi dia,, dia
Belum meninggal..
Dia..
Masih ada disini, nemenin elo, nenangin lo yang gak mampu ketemu dia lagi,
Dia disini fan, dia udah bersama elo tiap saat,,’
Dan akan selalu menyayangi elo fan,
Dia tahu keadaan lo sekarang, perasaan lo sekarang.. tapi,
Lo belom pantes tahu ini semua,fan..
Maaf..

Sabila menumpahkan kata-kata itu dengan tangisan, dia tak bisa mengungkapkannya ke Irfan. Tidak bisa. Ini cinta yang menyakitkan, berpura-pura dan mengakui? Justru dia akan membencimu!

“Sab.. menurut elo dia masih ada gak ?”

“Di dunia ini..?”

Sabila tersenyum sambil menahan air matanya, dan berusaha membuka mulutnya.

“Masih ada fan.. Dia masih ada..”

Air Mata Sabila kembali menetes deras mengatakannya. Irfan yang lama-lama mengetahui Sabila menangis, heran. Dia menghapus air matanya.

“Sab, kita disini bukan buat nangis ya..” Irfan tersenyum sambil memegangi pundak Sabila agar dia berhenti menangis.

Sabila hanya tersenyum simpul dan Irfan memeluknya penuh persahabatan.

Makasih Irfan, udah bikin aku merasakan hangatnya pelukan persahabatanmu, walaupun kita hanya sebatas sahabat namun aku senang ada yang memerhatikanku, dan menjagaku layaknya kakakku sendiri..

Sekali lagi.. Terimakasih..

Walaupun kamu gak tau fan, cewek yang kamu tunggu itu ada disini,

Aku..